Event ini bertujuan untuk mempromosikan partisipasi wanita dalam berbagai olahraga khususnya sepak bola. Keberadaan sepak bola dan wanita membuktikan bahwa adanya kesetaraan gender antara pria dan wanita serta adanya pemberdayaan wanita yang positif melalui olahraga. Hadir sebagai pembicara, Souraiya Farina selaku Sekretaris Asosiasi Sepakbola Wanita, 2 pemain sepakbola yang pernah memperkuat Tim Nasional, Dhanielle Daphne dan Zahra Muzdalifah, serta Dr Sita Sumrit sebagai Kepala Bagian Pemberantasan Kemiskinan dan Kesetaraan Gender Sekretariat ASEAN.

“Bertahun-tahun saya bergelut dengan dunia sepak bola dan melihat lebih dekat tentang sepak bola wanita, saya lihat bagaimana terkadang tidak ada awareness yang sama antara sepak bola pria dan wanita. Padahal, kita sama sama punya tim nasional dan membela negara ketika sedang menghadapi pertandingan. Awareness itu harus dibangun dan harus diikuti dengan kesolidan dan keseriusan untuk membangun sepak bola wanita. Karena dengan begitu lama-kelamaan orang bisa tahu, bahwa sepak bola wanita itu ada dan sama pentingnya, tidak hanya sepak bola pria yang selalu dipuji” ungkap Souraiya Farina selaku Kepala Bidang Sekretariatan PSSI

Souraiya menambahkan sepak bola wanita itu hidup dan bukan dianggap sebagai olahraga pria belaka. “PSSI menggelar Piala Pertiwi yang mulai bergulir lagi pada tahun 2017 dan 2018 dengan diikuti 12 provinsi peserta. Hitung saja 12 provinsi dikalikan 24-25 pemain per timnya, maka ada berapa banyak pemain sepak bola wanita yang hadir, memiliki passion di sepakbola dan butuh awareness dari masyarakat sekitar tentang kehadiran mereka. Aktivitas yang mereka lakukan tentu baik karena menyalurkan tenaga ke arah positif yakni olahraga” tutupnya

Tingkat awareness tentang sepak bola wanita memang belum begitu kuat layaknya sepak bola pria. Tak hanya di Indonesia, di negara ASEAN pun masyarakat belum begitu tertarik dengan sepak terjang wanita-wanita yang bergelut dengan dunia olahraga, salah satunya melalui sepak bola. Hal ini tentu menjadi permasalahan serius, mengingat kesetaraan gender itu sangat penting di era sekarang ini”

“Isu paling penting dan sulit untuk dihadapi dalam lingkup ASEAN terkait masalah wanita dan gender ialah sikap dan bagaimana orang menilai tentang wanita. Terkadang orang dengan mudah menilai dan memberikan stereotip kepada wanita dengan seenaknya. Misalnya wanita yang memakai sepatu hak tinggi. Terkadang orang menilai, orang yang memakai sepatu hak tinggi belum tentu berolahraga. Mereka tidak percaya jika wanita yang feminim pun bisa melakukan berolahraga” ungkap Dr Sita Sumrit selaku Kepala Bagian Pemberantasan Kemiskinan dan Kesetaraan Gender Sekretariat ASEAN.

Dr Sita menambahkan, olahraga bisa menjadi jalan keluar untuk mengatasi stereotip dan penilaian sepihak dari orang-orang tertentu yang terkadang memandang wanita tidak setara. “Untuk mengatasi stereotype atau judgmental tentang wanita di ASEAN, dengan adanya atlet sepak bola wanita, dengan kesadaran publik dengan adanya wanita yang bergelut di dunia sepak bola, hal ini sudah mampu mengubah pandangan negatif menjadi positif di dalam masyarakat, bahwa kesetaraan gender itu ada. Dan hal ini harus dilakukan secara terus menerus agar generasi penerus bisa tahu dengan informasi yang didapat bahwa wanita juga kuat dan bisa menjadi atlit” tutupnya

Untuk mengatasi problematika tersebut, melalui diskusi sepakbola wanita ini, para pesepakbola wanita yang hadir pun memiliki opini pribadi bagaimana meningkatkan kepedulian masyarakat mengenai kesetaraan gender dan olahraga khususnya sepak bola. “Yang pasti memaksimalkan penggunaan sosial media, dengan berbagi informasi tentang dampak dari berolahraga seperti bermain sepak bola yang bisa memberikan dampak positif. Kita bisa berbagi pengalaman kalau dengan berolahraga, kita bisa terhindar dari pergaulan lingkungan pertemanan yang tidak baik dan pasti akan lebih memilih menghabiskan waktu kita dengan berolahraga. Bahkan lebih membanggakan lagi jika olahraga yang kita lakukan memberikan bukti berupa prestasi” ungkap pemain sepakbola wanita, Zahra Muzdalifah.

Hal berbeda diungkapkan pemain sepak bola wanita Dhanielle Dhapne. Menurut Danielle, peningkatan kepedulian masyarakat akan perempuan dan aktivitasnya harus dimulai dari jauh-jauh hari. “Menurut saya, kita harus memperkenalkan olahraga seperti sepak bola sejak dini kepada anak-anak kecil, dan kita bisa menilai apa mereka menyukainya atau tidak supaya kita tahu minat dan bakat mereka. Saya rasa hal ini harus dimulai saat usia mereka begitu muda, terutama bagi anak-anak perempuan sebelum mereka beranjak dewasa” tutupnya

Diskusi yang dimulai pada pukul 14.00 WIB ini akhirnya ditutup pada pukul 16.00 WIB dengan funny games dan skill juggling bola yang bisa juga dilakukan oleh pemain-pemain sepakbola wanita layaknya pemain pria.